MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA UNIVERSITAS SRIWIJAYA
"PBL DAN MASALAH DALAM PEMBELAJARAN"
OLEH :
Elvira anggraini 06121011005
Helsy Dinafitri 06121011020
Noviyanti 06121011024
Violanti Anarky 06121011028
Daryatun 06121011038
Dosen pembimbing : Drs. Syarifuddin, M.Si.
Pendahuluan
1.1 latar belakang
Belajar merupakan salah satu usaha sadar manusia dalam mendidik dalam upaya
meningkatkan kemampuan kemudian diiringi oleh perubahan dan
peningkatan kualitas dan kuantitas pengetahuan manusia itu sendiri.
Belajar adalah salah satu aktivitas siswa yang terjadi di dalam lingkungan
belajar. Belajar diperoleh melalui lembaga pendidikan formal dan nonformal.
Salah satu lembaga pendidikan formal yang umum di Indonesia yaitu sekolah
dimana di dalamnya terjadi kegiatan belajar dan mengajar yang melibatkan
interaksi antara guru dan siswa. Tujuan belajar siswa sendiri adalah untuk
mencapai atau memperoleh pengetahuan yang tercantum melalui hasil belajar yang
optimal sesuai dengan kecerdasan intelektual yang dimilikinya.
Biasanya kemampuan siswa dalam belajar seringkali dikaitkan dengan
kemampuan intelektualnya. Pengukuran kemampuan intelektual ini ditunjukkan oleh
hasil tes IQ (Intelligence Quotient) atau kecerdasan intelektual. Siswa dengan
IQ > 110 tergolong kedalam siswa dengan kemampuan diatas rata-rata, siswa
dengan rentang IQ 90-109 tergolong kedalam rata-rata normal, dan IQ < 90
tergolong kedalam rata-rata rendah atau siswa dengan kemampuan rendah.
Ada siswa dengan kecerdasan intelektual diatas rata-rata/rata-rata tinggi
namun tidak menunjukkan prestasi yang memuaskan yang sesuai dengan kemampuannya
yang diharapkan dalam belajar. Kemudian ada siswa yang mendapatkan kesempatan
yang baik dalam belajar, dengan kemampuan yang cukup baik, namun tidak
menunjukkan prestasi yang cukup baik dalam belajar. Dan ada pula siswa yang
sangat bersungguh-sungguh dalam belajar dengan kemampuan yang kurang dan
prestasi belajarnya tetap saja kurang.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hambatan dan masalah dalam proses
belajar siswa itu sendiri, baik dalam prosesnya di sekolah maupun di rumah.
Oleh karena itu, guru selaku pendidik dituntut untuk selalu dpat memberikan
dorongan/motivasi kepada siswanya yang kurang bersemangat dalam belajar dan
meberikan solusi terhadap permasalahan belajar yang dihadapi siswanya.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah Definisi PBL?
2. Apa saja Langkah proses PBL ?
3. Apa Manfaat PBL ?
4. Apakah Definisi Belajar ?
5. Apakah Definisi Masalah Belajar ?
6. Apa saja Jenis-jenis Masalah
Belajar ?
7. Apa saja Faktor-faktor
penyebab masalah belajar ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Definisi PBL
2. Mengetahui Langkah proses PBL
3. Mengetahui Manfaat PBL
4. Mengetahui Definisi Belajar ?
5. Mengetahui Definisi Masalah Belajar ?
6. Mengetahui Jenis-jenis
Masalah Belajar ?
7. Mengetahui Faktor-faktor
penyebab masalah belajar ?
1.4
Manfaat
Penulisan
Manfaat
yang dapat diperoleh dari penulisan makalh ini mencakup beberapa yang terkait
diantaranya sebagai berikut :
·
Bagi
calon pendidik : Makalah ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi calon
pendidik dan meningkatkan pengetahuan calon pendidik tentang PBL dan masalah
dalam pembelajaran.
·
Bagi
teman sejawat: makalah ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan tentang
PBL dan masalah dalam pembelajaran.
.
BAB
II
Pembahasan
2.1
problem based learning
Sekitar
tahun 1970-an di Mc Master University di Canada, metode PBL ini sudah merabah
ke berbagai fakultas diberbagai lembaga pendidikan didunia. Dengan keungulam
metode PBL ini jenjang pendidikan yang lebih rendah pun sudah mulai menggunakan
metode ini. Dengan slah satu perkembangannya yang pesat, rumusannya juga
beragam. Salah stunya yang mewakili adalah rumusan yang diungkapkan Prof.Howard
Barrows dan Kelson.
Problem Based Learning(PBL) adalah kurukulum dan proses
pembelajaran. Dalm kurikulumnya dirancang masalah-masalah yang menuntut
mahasiswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat strategi elajar sendiri
serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya
menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi
tantangan yang nanti diperlukan dalam karier kehidupan sehari-hari
Rumusan dari Dutch(1994) berikut akan membantu kita untuk
lebih memahami lagi apa itu PBL.
" PBL merupakan metode intruksional yang menantang
mahasiswa agar " belajar untuk belajar" bekerja sama dalam kelomok untuk mencari
solusi bagi masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa
keingintahuan serta kemampuan analisis mahasiswa dan inisiatif atas materi
pelajaran. PBL mempersiapkan mahasiswa untuk berpikir kritis dan analisis, dan
untuk mencari serta mengunakan sumber pembelajaran yang sesuai".
Terutama bercirikan ada masalah. Dalam proses PBL,
sebelum perkuliahan dimulai, pemeljar akan diberikan masalah-maslah.Maslah yang
disajikan adalah masalah yang memiliki konteks dengan duni nyata. Semakin dekat
dengan dunia nyata, akan semakin banyak pengaruhnya pada peningkatan kecakapan
pemelajar. Dari masalah yang diberikam ini,pemelajar bekerja sama dengan
kelompok. Mencoba memecahkannya dengan pengatuan yang mereka miliki, sekaligus
mencari informasi-informasi baru yang relevan untuk solusinya. Disini tugas
pendidik hanyalah sebagai fasitator yang mengarahkan pemelajar untuk dalam
mencari dan menemukan solusi yang diperlukan hanya mengarahkan bkan
menunjukkan.
Dan juga sekaligus menentukan kriteria pencapain proses
pembelajaran itu.
Karakteristik yang
mencakup proses PBL:
1. Masalahnya digunakan sebagai awal
pembelajaran
2. Biasanya,masalah yang digunakan
merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang(ill-structured)
3. Masalah biasanya menuntu perspektif
majemuk(multiple perspective). Solusinya menuntut pemelajar menggunakan dan
mendapatkan konsep dari beberapa bab
perkuliahan atau lintas ilmu ke bidang lainnya.
4. Masalah membuat pemelajar tertantang
untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru.
5. Sangat mengutamakan belajar mandiri(self
directed learning)
6. Manfaatkan sumber pengetahuan yang
bervariasi, tidak dari satu sumber saja. Pencarian,evaluasi serta penggunaan
pengetahuan ini menjadi kunci penting.
7. Pembelajarannya kolaboratif,
komunikatif, dan kooperatif. Pemelajar bekerja dalam kelompok, berinetaksi,
saling mengajarkan(peer to teaching) dan melakukan presentasi.
Ini adalah salah satu bedanya PBL dengan metode belajar
konvensional. bahwa yang namanya belajar tidak hanya sekedar
mengingat(menghafal), meniru, dan mencontoh. Begitu pula dalam PBL yang namanya
"masalah" tidak sekedar latihan yang diberikan setelah contoh-contoh
disajikan. Dalam cara-cara belajar konvensional, pendidik sering menerangkan,
memberikan contoh-contoh soal sekaligus langkah-langkah untuk menyelesaikan
soal. Kemudian pendidik memberikan berbagai variasi latihan dimana pemelajar
menjawab pertanyaan serupa.
Tabel berikut juga menjelaskan bahwa pendekatan PBL
berbeda dengan pendekatan lain yang biasanya diberikan pendidik pada umumnya
(Salvin,Baldin,2000&Moust,Bouhujs Schmith,2001)
Tabel Perbedaan PBL dan Model
lain
Metode
Belajar
|
Deskripsi
|
·
Ceramah
|
·
Informasi
dipersentasikan dan didiskusikan oleh pendidik dan pembelajar
|
·
Kasus
atau studi kasus
|
·
Pembahasan
kasus biasnya dilakukan di akhir perkuliahan dan selal disertai dengan
pembahasan ikelas tentang materi (dan sumber-sumbernya) atau konsep terkait
dengan kasus.Berbagai materi terkait dan pertanyaan yang diberikan pada
pemelajar.
|
·
PBL
|
·
Informasi
tertulis yang berupa masalah diberikan sebelum kelas dimulai. Fokusnya adalah
bagaimana pemelajar mengidentifikasikan isu pembelajaran sendiri untuk
memecahkan masalah.Materi dan konsep yang relevan ditemukan oleh pembelajar
sendiri.
|
2.1.1 langkah proses
PBL
Proses PBL akan dapat
dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat yang diperlukan(
masalah,formulir,pelengkap,dan lain-lain). Pemelajar harus sudah memahami
prosesnya, dan telah membentuk kelompk-kelompok kecil. Ketujuh langkah ini
dapat berlangsung dalam beberapa pertemuan kelompok. Tergantung kondisi dan
konteks yang ada pada tiap kelas, ada yang menjalankannya dengan 3-4 pertemuan.
·
Langkah 1 mengklarifikasi istilah dan konsep yang
belum jelas
Memastikan
setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada dalam masalah.
langkah pertama ini dapat dikatakan tahap yang membuat setiap peserta berangkat
dari cara memandang yang sma atas istilah-istilah atau yang ada dalam masalah.
·
Langkah 2 Merumuskan masalah
Fenomena yang ada
dalam masalah menurut penjelasan hubungan-hubungan apa yang terjadi pada
fenomena itu. Kadang-kadang ada hubungan yang masih belum nyata antara
fenomenanya,atau ada yang sub-submasalah yang harus diperjelas dahulu.
·
Langkah 3 Menganlisis masalah
Anggota
mengeluarkan pengetahuan terait apa yang sudah dimilki anggota tentang masalah.
terjadi diskusi yang membahas informasi faktual(yang tercantum pada maslah),
dan juga informasi yang ada dalam pikiran anggota. Anggota kelompok mendapatkan
kesempatan melatih bagaiman menjelaskan, melihat alternatif atau hipotesis yang
terkait dengan masalah.
·
Langkah 4 menata gagasan anda dan secara sistematis
menganalisinya dengan dalam
Bagian yang
sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain, dikelompokkan. Mana
yang saling menunjang, mana yang bertentanagn sebainya. Analisi adalah upaya
memilah-milah sesuatu menjadi bagian-bagian yang membentuk.
·
Langkah 5 memformulasikan tujuan pembelajaran
Kelompok
dapat menerumuskan tujuaan pembelajaran kerena kelompok-kelompok sudah tahu
pengetahuan mana yang masih kurang baik dan mana yang masih belum jelas. Tujuan
pembelajaran akan dikaitkandengan analisis maslah yang dibuat. Inilah yang akan
menjadi dasar gagasan yang akan dibuat laporan. Tujuan pembelajaran ini juga
yang dibuat menjadi dasar penugasan-penugasan induvidu di setiap kelompok.
·
Langkah 6 Mencari informasi tambahan dari sumber
yang lain ( di luar diskusi kelompok)
Saat ini kelompok sudah tahu informasi apa yang tidak
dimiliki, dan sudah punya tujuan pembelajaran. Kini saatnya mereka harus mencari informasi tambahan itu,
dan menentukan dimana hendak dicarinya. Mereka harus mengatur jadwal,
menentukan sumber sumber informasi. Setiap anggota harus mampu belajar mandiri
dengan efektif untuk tahap ini, agar mendapatkan informasi yang relevan,
seperti halnya menentukan kata kunci dalam pemilihan, memprerkirakan topik,
penulis, publikasi dari sumber pembelajaran.
Pemelajar harus memlilih, meringkas sumber pembelajaran itu dengan
kalimatnya sendiri.
Keaktifan
setiap anggota harus terbukti dengan laporan yang harus terbukti dengan
laporan yang harus disampaikan oleh setiap individu atau subkelompok yang
bertanggung jawab atas setiap tujuan pembelajaran. Laporan ini harus
disampaikan dan dibahas di pertemuan kelompok berikutnya.
·
Langkah 7 Mensintesa dan menguji informasi baru,
adan membuat laporan untuk dibahas dikelas
Dari
laporan-laporan individu atau kelompok, yang dipersentasikan di hadap enggota kelompok lain, kelompok akan
mendapatkan informasi-informasi baru. Anggota yang mendengar laporan haruslah
kritis tentang laporan yang disajikan. Kadang-kadang laporan-laporan yang
dibuat menghasilkan pertanyaan-pertanyaan baru yang harus disikapi oleh
kelompok.
Pada langkah ini kelompok sudah dapat membuat sintesis
menggabungkannya dan mengkombinasikan hal-hal yang relevan. Sebagian bagus
tidaknya aktivitas PBL kelompok akan sangat ditentukan pada tahap ini, keterampilan
yang dibutuhkan adalah bagaimana meringkas, mendiskusikan, dan meninjau ulang
hasil diskusi untuk nantinya disajikan dalam bentuk makalah. disinilah
kemampuan menulis (komunikasi menulis tertulis) dan kemudian
mempersentasikan(komunikasi oral) sangat dibutuhkan dan dikembangkan.
2.2.2 Manfaat PBL
1. Menjadi lebih ingat dan meningkat
pemahamannya atas materi ajar
Pengetahuan itu didapatkan lebih
dekat dengan konteks praktiknya, maka kita akan lebih ingat. pemahaman itu
dengan konteks yang dekat, dan sekaligus melakukan deep learning(karena banyak
mengajukan pertanyaan menyelidik) bukan surface learning(yang sekedar hafal
saja), maka pemelajar akan lebih memahami materi. Kita membutuhkan pemelajar
yang seperti ini apa pun bidang mereka pelajari.
2. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang
relevan
Banyak kritik pada dunia pendidikan
kita, bahwa yang diajarkan dikelas-kelas sama sekali jauh dari apa yang terjadi
didunia praktik. PBL yang baik mencoba menutupi kesenjangan ini. Dengan
kemampuan pendidik membangun masalah yang sarat dengan konteks praktik,
pemelajar bisa "merasakan" lebih baik konteks operasi di lapangan.
3. Mendorong untuk berpikir
Dengan proses yang mendorong
pemelajar ntuk mempertanyakan, kritis,reflektif, maka manfaat ini bisa
berpeluang terjadi. Pemelajar dianjurkan untuk tidak terburu-buru menyimpulkan,
mencoba,menemukan landasan dan argmennya dan fakta-fakta yang mendukung alasan.
Nalar pemelajar dilatih dn kemampuan
berpikir ditingkatkan. Tidak sekedar tahu, tapi juga dipikirkan.
4. Membangun kerja tim, kepemimpinan dan
keterampilan sosial.
Karena dikerjakan dalam kelompok
kecil, maka PBL yang baik dapat mendorong terjadinya pengembangan kecakapan
kerja tim dan kecakapan sosial. Pemelajar diharapkan memahami perannya dalam
kelompok, menerima pandangan orang lain, bisa memberikan pengertian bahkan
untuk orang-orang yang barangkali tidak mereka senangi. keterampilan yang
sering disebut bagian dari "soft skill" ini, seperti juga hubungan
interpersonal dapat mereka kembangkan. Dalam hal tertentu,pengalaman
kepemimpinan juga dapat diraskan. mereka mempertimbangkan stategi, memutuskan
dan persuasif dengan orang lain.
5. Membangun kecapakan belajar(life-long
learning skilla)
Pemelajar perlu dibiaskan untuk
mampu belajar terus-menerus. Ilmu, keterampilan yang mereka butuhkan nanti akan
terus berkembang. Apapun bidang pekerjaannya. Jadi mereka harus mengembangkan
bagaimana kemampuan untuk belajar(learn how to learn). bahkan dalam beberapa
pilihan karier, seseorang harus sangat indenpeden. dengan struktur masalah yang
agak mengembang, merummuskannya serta dengan tuntutan mencari sendiri
pengetahuan yang relevan akan melatih mereka untuk manfaatkan ini.
6. Memotivasi pemelajar
Momotivasi belajar pemelajar,
terlepas dari apa pun metode yang kita gunakan, selalu menjadi tantangan kita.
Dengan PBL, kita punya peluang untuk membangkitkan minat dari dlam diri
pemelajar. Karena kita mencipatkan maslah dengan konteks pekerjaan. Dengan
masalah yang menentang, mereka walaupun tidak semua merasa bergairah ntuk
menyelesaikannya. Tetapi tentu saja,bagian di antara mereka akan ada yang
justru merasa kebingungan dan menjadi kehilangan minat. Disini peran pendidik
menjadi sangat menentukan.
2.2
Masalah dalam pembelajaran
Masalah-masalah nyata dalam
pembelajaran:
1. Kelas besar, dengan mahasiswa/siswa yang
datang dari berbagai latar belakang dan tingkat kecakapan yang beragam.
2. Ketergantungan yang keterlaluan pada
teknologi: begitu komputer rusak atau listrik mati, guru pun mati gaya di depan
kelas. Alasan: “lha gimana mau ngajar? Semua materi saya di Power Point.”
3. Kesenjangan digital: generasi yang lahir
1990 an ke atas punya sikap dan gaya belajar yang berbeda dibandingkan dengan
dosen/gurunya yang angkatan 1950 an – 1985 an. Satu hal sudah jelas: gaya
ceramah satu arah selama berjam-jam hanya akan membuat seluruh kelas tertidur.
4. Kemampuan guru menyampaikan materi secara
ringkas, sederhana, dan mudah dipahami.
5. Khususnya di negara kita: kesenjangan yang
sangat besar dari segi fasilitas pembelajaran dan mutu guru. Sementara di
Jakarta banyak sekolah yang sudah lengkap dengan laboratorium dan guru
berkualitas unggul, di banyak desa dan luar Jawa banyak sekolah dan guru dalam
kondisi yang sangat mengenaskan.
1. Pengertian
Belajar
Skinner
(1958) memberikan definisi belajar “Learning is a process
progressive behavior adaptation”. Dari definisi tersebut dapat
dikemukakan bahwa belajar itu merupakan suatu proses adaptasi perilaku yang
bersifat progresif. Skinner percaya bahwa proses adaptasi akan mendatangkan
hasil yang optimal apabila diberi penguatan (reinforcement). Ini
berarti bahwa belajar akan mengarah pada keadaan yang lebih baik dari keadaan
sebelumnya. Disamping itu belajar juga memebutuhkan proses yang berarti belajar
membutuhkan waktu untuk mencapai suatu hasil.
Chaplin
(1972) dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua rumusan.
Rumusan pertama berbunyi: “…acquisition of any relatively
permanent change in behavior as a result of practice and experience”
(Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai
akibat latihan dan pengalaman). Rumusan keduanya adalah process of acquiring responses as a result of special practice (Belajar
ialah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus).
Menurut Hilgard dan Bower dalam
bukunya Theories of Learning yang dikutip oleh Ngalim Purwanto, belajar
berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi
tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam suatu
situasi.
Berdasarkan
pengertian di atas maka dapat dipahami secara umum bahwa belajar adalah
perubahan serta peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang yang
relatif menetap diberbagai bidang yang terjadi akibat melakukan interaksi terus
menerus dengan lingkungannya yang melibatkan proses kognitif.
2. Pengertian
Masalah Belajar
Banyak ahli
mengemukakan pengertian masalah. Ada yang melihat masalah sebagai
ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai tidak
terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya sebagai suatu
hal yang tidak mengenakan.
Prayitno
(1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya,
menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu
dihilangkan.
Sedangkan
menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan,
yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar dapat
didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
“Belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau perilaku sebagai hasil
dari pengalaman. Pengalaman ini terjadi melalui interaksi antara individu
dengan lingkungannya” ( Anita E, Wool Folk, 1995 : 196 ).
Menurut
(Garry dan Kingsley, 1970 : 15 ) “Belajar adalah proses tingkah laku (dalam
arti luas), ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan”.
Sedangkan menurut Gagne (1984: 77) bahwa “belajar adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”.Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan sebagai berikut.“Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh siswa dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan”.
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh siswa-siswa yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa siswa-siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata normal, pandai atau cerdas.
Sedangkan menurut Gagne (1984: 77) bahwa “belajar adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”.Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan sebagai berikut.“Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh siswa dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan”.
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh siswa-siswa yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa siswa-siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata normal, pandai atau cerdas.
3. Jenis-jenis
Masalah Belajar
Dalam
pengertian masalah belajar di atas, maka dapat dirincikan jenis-jenis siswa
yang mengalami permasalahan dalam belajar, yaitu sebagai berikut:
1. Siswa yang tidak mampu mencapai tujuan belajar atau
hasil belajar sesuai dengan pencapaian teman-teman seusianya yang ada dalam
kelas yang sama. Sesuai dengan tujuan belajar yang tercantum dalam Kurikulum bahwa
siswa dikatakan lulus atau tuntas dalam suatu pelajaran jika telah memenuhi
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan oleh tiap-tiap guru
bidang studi. KKM dibuat berdasarkan intake (pencapaian) siswa di dalam kelas.
Apabila seorang siswa tidak mencapai kriteria tersebut, maka yang bersangkutan
dikatakan bermasalah dalam pelajaran tersebut.
2. Siswa yang mengalami keterlambatan akademik, yakni
siswa yang diperkirakan memiliki intelegensi yang cukup tinggi tetapi tidak
menggunakan kemampuannya secara optimal. Belum tentu semua siswa yang terdapat
dalam satu kelas memiliki kemampuan yang sama, ada beberapa siswa dengan
kemampuan intelegensi diatas rata-rata bahkan super. Kondisi inilah yang
menyebabkan si siswa cerdas ini harus menyesuaikan kebutuhan asupan
kecerdasannya dengan kemampuan teman-teman sekelasnya, sehingga siswa yang
seharusnya sudah berhak diatas teman-teman sebayanya dipaksa menerima kondisi
sekitarnya.
3. Siswa yang secara nyata tidak dapat mencapai
kemampuannya sendiri (tingkat IQ yang diatas rata-rata). Maksudnya, yaitu siswa
yang memiliki intelegensi diatas rata-rata normal tetapi tidak mencapai tujuan
belajar yang optimal. Misalnya KKM pada Mata Pelajaran A sebanyak 65, kemudian
nilai yang dicapainya 70. Padahal seharusnya dengan tingkat intelegensi seperti
itu, yang bersangkutan bisa mendapat nilai minimal 80 bahkan lebih.
4. Siswa yang sangat lambat dalam belajar, yaitu keadaan
siswa yang memilki bakat akademik yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan
untuk mendapatkan pendidikan atau pengajaran khusus. Siswa yang mengalami
kondisi seperti ini yakni siswa yang memiliki tingkat kecerdasan di bawah
rata-rata dan sangat sering bermasalah dalam pembelajaran. Seringkali Guru
kehabisan ide untuk menangani siswa yang seperti ini, bimbingan pelajaran
tambahan atau ekstra menjadi salah satu alternatif penyelesaian masalah semacam
ini.
5. Siswa yang kekurangan motivasi dalam belajar, yakni
keadaan atau kondisi siswa yang kurang bersemangat dalam belajar seperti jera
dan bermalas-malasan. Siswa yang seperti ini biasanya didukung oleh kondisi
atau lingkungan apatis, yang tidak peduli terhadap perkembangan belajar siswa.
Lingkungan keluarga yang apatis, yang tidak berperan dalam proses belajar anak
bisa menyebabkan si anak menjadi masa bodoh, sehingga belajar menjadi kebutuhan
yang sekedarnya saja. Lingkungan masyarakat yang merupakan media sosialisasi
turut berperan penting dalam proses memotivasi siswa itu sendiri.
6. Siswa yang bersikap dan memiliki kebiasaan buruk dalam
belajar, yaitu kondisi siswa yang kegiatannya atau perbuatan belajarnya
sehari-hari antagonistik dengan seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas,
mengulur-ulur waktu, membenci guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak
diketahui dan sebagainya. Besarnya kesempatan yang diberikan oleh Guru untuk
menyelesaikan tugas menyebabkan siswa mengulur-ulur pekerjaan yang seharusnya
diselesaikan segera setelah diperintahkan, Guru yang terlalu disiplin dan
berwatak tegas juga menjadi faktor berkurangnya perhatian (attention) yang seharusnya
diberikan oleh siswa kepada Guru.
7. Siswa yang sering tidak mengikuti proses belajar
mengajar di kelas, yaitu siswa-siswa yang sering tidak hadir atau menderita
sakit dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga kehilanggan sebagian besar
kegiatan belajarnya. Seringkali materi pelajaran yang telah disampaikan oleh
Guru pada pertemuan jauh sebelumnya kemudian siswa dituntut untuk
mengikuti dan menguasai materi pelajaran dalam waktu yang relatif singkat
menyebabkan si siswa menjadi tertekan dan terbebani oleh materi belajar yang
banyak.
8. Siswa yang mengalami penyimpangan perilaku (kurangnya
tata krama) dalam hubungan intersosial. Pergaulan antar teman sepermainan yang
tidak seumuran dan tidak mengeyam bangku pendidikan menyebabkan si anak atau
siswa terpengaruh dengan pola perilaku dan pergaulan yang serampangan, seperti
berbicara dengan nada yang tinggi dengan orang yang lebih tua, sering membuat
kegaduhan atau keributan di dalam masyarakat. Kemudian siswa yang bersangkutan
membawa perilaku buruknya tersebut kedalam lingkungan sekolah yang lambat laun
menyebabkan teman-teman lainnya terpengaruh dengan pola perilakunya, baik dalam
berbicara ataupun dalam memperlakukan orang lain.
4. Faktor-faktor Penyebab Masalah Belajar
Hal-hal yang
Berpengaruh Terhadap Proses Belajar
Dalam
menunjang berhasilnya suatu proses belajar, terdapat beberapa hal pokok yang
sangat berpengaruh terhadap proses belajar itu sendiri, yaitu sebagai berikut:
1. Faktor intern belajar
Dalam
belajar siswa mengalami beragam masalah, jika mereka dapat menyelesaikannya
maka mereka tidak akan mengalami masalah atau kesulitan dalam belajar. Terdapat
berbagi faktor intern dalam diri siswa, yaitu:
§ Sikap Terhadap Belajar
§ Motivasi belajar
§ Konsentrasi belajar
§ Kemampuan mengolah bahan ajar
§ Kemampuan menyimpan perolehan hasil ajar
§ Menggali hasil belajar yang tersimpan
§ Kemampuan berprestasi
§ Rasa percaya diri siswa
§ Intelegensi dan keberhasilan belajar
§ Kebiasaan belajar
§ Cita-cita siswa
2. Faktor ekstern belajar
Proses
belajar didorong oleh motivasi intrinsik siswa. Disamping itu proses belajar
juga dapat terjadi, atau menjadi bertambah kuat, bila didorong oleh lingkungan
siswa. Dengan kata lain aktivitas belajar dapat meningkat bila program
pembelajaran disusun dengan baik. Program pembelajaran sebagai rekayasa
pendidikan guru di sekolah merupakan faktor eksternal belajar. Ditinjau dari
segi siswa, maka ditemukan beberapa faktor eksternal yang berpengaruh pada
aktivitas belajar. Faktor-faktor eksternal tersebut adalah sebagai berikut:
§ Guru sebagai pembina siswa dalam belajar
§ Sarana dan prasarana pembelajarn
§ Kebijakan penilaian
§ Lingkungan sosial siswa di sekolah
§ Kurikulum sekolah
Faktor-faktor
Penyebab Masalah Belajar
Fenomena
kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik
atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan
munculnya kelainan perilaku (misbehaviour) siswa seperti kesukaan
berteriak-teriak di dalam kelas, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan
minggat dari sekolah.
Secara garis besar, faktor-faktor
penyebab timbulnya masalah belajar terdiri dari dua macam, yakni:
1. Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau
keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa itu sendiri.
2. Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan yang
datang dari luar diri siswa itu sendiri.
Kedua faktor ini meliputi ragam
keadaan sebagai berikut:
1. Faktor intern siswa
Faktor intern siswa meliputi
gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yaitu:
1) Yang bersifat
kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas
intelektual/intelegensi siswa;
2) Yang bersifat afektif
(ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap;
3) Yang berdifat
psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indra
penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).
2. Faktor ekstern siswa
Faktor ekstern siswa meliputi semua
kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor
lingkungan ini meliputi:
1) Lingkungan keluarga,
contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara kedua orang tua, dan rendahnya
kehidupan ekonomi keluarga.
2) Lingkungan
sekitar/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan
teman sepermainan (pear group) yang nakal.
3) Lingkungan sekolah,
contohnya kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar,
kondisi guru dan alat-alat pendukung sarana belajar yang berkualitas rendah.
Selain
faktor-faktor yang bersifat umum di atas, ada pula faktor-faktor lain yang juga
menimbulkan kesulitan belajar siswa. Diantaranya faktor-faktor yang dapat
dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning disability(ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan gejala yang muncul
sebagai indikator adanya keabnormalan psikis (Reber, 1988) yang menimbulkan
kesulitan belajar itu terdiri atas:
1)
Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan belajar membaca,
2)
Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis,
3)
Diskalkulia (dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Namun
demikian, siswa yang mengalami sindrom-sindrom di atas secara umum sebenarnya
memiliki potensi IQ yang normal bahkan diantaranya ada yang memiliki kecerdasan
di atas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang menderita
sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal brain dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak
(Lask, 1985, Reber, 1988).
Daftar
pustaka
Sumber
internet :
Machunggaiwo.masalah-masalahm aktual
dalam pembelajaran. http://machungaiwo.wordpress.com/2013/02/12/masalah-masalah-aktual-dalam-pembelajaran/.(diakses
pada 12 februari 2013)
Setiawan,rozi.masalah-masalah
dalam belajar dan penanggulangannya. http://occiie23.wordpress.com/2012/07/05/masalah-masalah-dalam-belajar-dan-penanggulangannya-3/
(diakses pada 7 mei 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar